Ranah game Indonesia dibikin geger pada awal September. Gara-garanya, seorang pemuda asal Malang berinisial MI (18 tahun) tega membunuh RD (22) yang merupakan kawan sekamarnya.
Persoalannya bikin kamu geleng-geleng kepala. MI cuma sebal lantaran terus diejek RD tiap kali kalah bermain sebuah game online. Dengan sebuah palu, ia lantas menghabisi nyawa kawannya tersebut hingga tewas.
Itu adalah satu dari sejumlah kisah sadis yang beberapa tahun terakhir biasa hadir. Alhasil, wajah video game di Indonesia, lebih-lebih pemuda yang lekat dengan game, kerap muncul dalam rupa yang buruk.
Padahal, faktanya, banyak sekali kabar membanggakan dari sana.
UU Nomor 40 tentang kepemudaan menyebut bahwa pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.
Di SEA Games 2019, sebagian besar atlet esport Indonesia adalah mereka yang berada di rentang usia itu. Posisi mereka jadi penting sebab ini jadi debut esport sebagai cabor di hajatan olahraga terbesar di Asia Tenggara.
Akan ada nama-nama beken yang akrab kita jumpai di skena esport Tanah Air. Ada Farhan Akbari, Gilang Dwi Falah, Hartanto Lius, Hartawan Muliadi, serta Satria Wiratama yang merengkuh perak di cabang Arena of Valor.
Di Mobile Legends: Bang Bang, Indonesia menurunkan Adriand Larsen Wong, Eko Julianto, Gustian, Muhammad Ridwan, Teguh Imam Firdaus, Yurino Putra. Sama seperti tim sebelumnya, tim ini juga meraih perak.
Ketika esport pertama kali diumumkan bakal hadir di SEA Games, tak butuh waktu lama bagi Indonesia untuk menunjuk nama-nama itu sebagai kontingen. Penyebabnya, dunia esport Nusantara kini mulai merangkak.
Banyak sekali turnamen-turnamen muncul. Seiring dengan itu, berbagai tim esport juga mulai menjamur. Evos, ONIC, RRQ, hingga Boom ID termasuk yang paling populer. Penggagasnya? Para pemuda.
Ke depan, keberadaan mereka bakal kian penting karena pertumbuhannya yang begitu cepat. Cabang ini bahkan direncanakan hadir di Olimpiade 2024. Nah, Indonesia siap menjadikannya sebagai andalan untuk meraih medali.
“Cabang olahraga ini terbukti banyak melahirkan atlet bertalenta, potensi ini harus dirawat dengan berbagai kejuaraan. Kami tidak menyangka begitu cepat perkembangan dari esport,” kata Menpora Zainudin Amali.
“Beberapa hari lalu pengurus PB Esport dikukuhkan oleh ketua umum pengurus besar Esport Indonesia. Cabang olahraga ini akan menjadi andalan Indonesia di Olimpiade 2024 Paris,” papar Zainudin.
Bukan Cuma Esport
Obrolan soal video game tak berhenti sampai di esport. Lini ini bahkan cuma satu bagian dari industri game yang sebetulnya jauh lebih luas. Karena ini industri, akan ada pembicaraan soal, salah satunya, para kreator game.
Mesti diakui bahwa Indonesia bukan negara terdepan di aspek satu ini. Namun, beberapa studio sanggup menciptakan game berkualitas yang punya potensi bersaing. Khayalan Arts dan Mojiken Studio termasuk di antaranya.
Pada event Tokyo Game Show 2020, dua studio game itu unjuk gigi lewat judul game masing-masing. Khayalan Arts hadir lewat game PC, Samudra, yang mengajakmu melihat sisi lain dasar lautan.
Mojiken Studio lain lagi. Mereka mengenalkan A Space For The Unbound. Ini adalah game bergenre slice-of-life yang unsur Indonesia-nya begitu kental. Jika ditilik, latar yang dibawa mirip-mirip Indonesia pada 1990-an.
Yang menarik, A Space For The Unbound meraih dua penghargaan sekaligus pada ajang tersebut. Game itu diganjar penghargaan Best Art. Mereka juga menang di kategori Grand Prix.
Baik Samudra maupun A Space For The Unbound rencananya memang menyasar pasar global. Karena itulah mereka hadir di sana. Beda dengan Own Games, misalnya, yang dari game-game-nya tampak fokus di pasar lokal.
Satu yang pasti, studio-studio itu didominasi para pemuda. Salah satu pendiri Own Games, Jefvin Viriya, bahkan masih duduk di bangku SMA saat mulai menggarap proyek itu bersama kakaknya yang bernama Eldwin.
Hingga kini, keberadaan mereka penting dan masih akan penting bagi industri game Indonesia di masa mendatang. Apalagi Kemenparekraf beberapa bulan lalu menegaskan keinginan mengembangkan ranah tersebut.
Upaya pengembangan ini perlu dilakukan sebab, pertama-tama, ranah game hanya menyumbang pendapatan 0,2 persen terhadap ekonomi Indonesia. Begitu menurut Diana Paskarina, COO Anantarupa Studios, dilansir Kompas.
“Bank Indonesia (BI) bahkan menyebutkan bahwa game online bisa merugikan negara, karena semua game yang ada di Indonesia merupakan impor,” kata Diana.
Kedua, Indonesia adalah negara dengan jumlah gamer terbanyak ke-6 di Asia, dan ke-16 di dunia. Jumlahnya mencapai 52 juta orang dengan rentang usia terbanyak adalah 10–20 dan 21–35 tahun.
Dengan angka sebanyak itu mestinya potensi untuk mengembangkan industri game amat terbuka lebar. Tentu, kuncinya adalah menyajikan game-game berkualitas dalam segala aspek.
Ketiga, game adalah industri terbesar di seluruh dunia. Putaran uang di sini menghasilkan hingga 145 miliar dolar Amerika pada 2019. Enam tahun berselang, angka itu diprediksi mencapai 300 miliar dolar!
Tentu masih terlalu dini bagi Indonesia untuk terlibat secara penuh dalam tiap-tiap perputaran tersebut. Tapi, peluang itu selalu ada dan kita sudah punya ujung tombaknya. Ya, kita sedang berbicara tentang para pemuda tadi.
Omong-omong, Selamat Hari Sumpah Pemuda!